Home » » ketinggian ilmu dan kemulian ahlak KHM. HASYIM ASY'ARI

ketinggian ilmu dan kemulian ahlak KHM. HASYIM ASY'ARI

Written By lesbumi on Minggu, 01 Januari 2017 | 17.57

KHM. HASYIM ASY'ARI Pendiri sebuah organisasi keagamaan (Nahdlatul Ulama), yang memiliki jumlah anggota terbesar, di seantero dunia Islam. Seorang ulama besar tanah air, yang teguh dengan ktineggian ilmu dan kemulian ahlak beliau. Mari kita sama-sama simak artikel berikut ini, semoga bisa bisa sedikit mengobati rasa kerinduan anda akan sosok ulama yang yang sekarang sangat sulit dicari penggantinya.
Tebuireng 1923. Terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan gurunya. Beliau Mbah Kyai Kholil sendiri banyak ulama yang menyatakan bahwa jika beliau ini Qutubnya tanah Jawa setelah Wali Songo.
KH Muhammad Kholil : “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Kyai Kholil
Kyai Hasyim Asy’ari : “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.”
KH Muhammad Kholil : Tanpa merasa tersanjung, Mbah Kyai Kholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati ini sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” Ucap beliau.
Karena sudah faham dengan watak gurunya yang memiliki semangat dan keinginan yang sangat kuat, Kiai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri. Kejadian yang sangat menarik, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, demi untuk memasangkan sandal tersebut ke kaki gurunya. Allahu Akbar sungguh luar biasa dan mulia Ahlak mereka berdua ini, keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita.
Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar, pandai dan lebih alim ketimbang gurunya. Tetapi persoalanya bukan karena itu tetapi karena ilmu itu bersumber dari Allah melalui perantara Rasulullah dan terus sampai kepada para ulama selaku pewaris ilmu para nabi, makanya tidak ada bedanya (tidak memandang) apakah ilmu tersebut dari murid, dari guru ataupun dari ulama yang lain jika itu sama-sama sumber utamanya dari Allah yang Haq terus ke Rasulullah dan itu haq maka wajib di pelajari.
Mbah Kyai Kholil sendiri jauh-jauh dari Bangkalan – Madura datang ke Tebuireng itu juga tidak serta merta hanya sekedar ingin berguru kepada muridnya, tetapi Mbah Kyai Kholil melakukan hal tersebut itu pastinya karena adanya petunjuk dari Allah, dan adanya suatu rahasia di balik itu. Dan Allah dan para kekasaihNya yang banyak tahu.
Mbah Kholil adalah kyai yang sangat mashur baik pada jamannya hingga saat ini, bayak yang mengatakan sebagai wali qutub. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada beliau, dan banyak diantara murid-murid beliau ini menjadi ulama besar dan juga mencapai derajat Auliya.
Sedangkan Kyai Hasyim sendiri juga seorang ulama yang sangat bersinar terang, karena ketinggian ilmunya dan juga terkenal dengan resolusi jihadnya untuk melawan penjajah. Beliau juga pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU (Beliau satu-satunya yang memakai gelar Roisul Akbar di NU), beliau punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama. Para ulama memberikan beliau gelar dengan sebutan “Hadratus Syaikh” yang artinya Tuan Guru.

DOA ANAS BIN MALIK RA
اللَّهُمَّ عَبْدُك رُدَّ عَلَيْك، فَارْأَفْ بِهِ وَارْحَمْهُ، اللَّهُمَّ جَافِ الأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهِ وَافْتَحْ أَبْوَابَ السَّمَاءِ لِرُوحِهِ، وَتَقَبَّلْهُ مِنْك بِقَبُولٍ حَسَنٍ، اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَضَاعِفْ لَهُ فِي إحْسَانِهِ، وَإِنْ كَانَ مُسِيئًا فَتَجَاوَزْ عَن سَيِّئَاتِهِ.
Artinya : “Ya Allah, hamba-Mu ini telah dikembalikan kepada-Mu, maka kasihilah ia dan rahmatilah ia, Ya Allah jauhkanlah bumi dari sisinya, dan bukakanlah pintu-pintu langit untuk ruhnya, dan terimalah ia di sisi-Mu dengan penerimaan yang baik. Ya Allah jika ia melakukan kebaikan maka lipat gandakanlah kebaikannya, dan jika ia melakukan keburukan maka abaikanlah keburukannya". [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah].
*Mohon maaf disini admin tidak menggunakan dhomir “huma” sebagai kata ganti untuk dua orang

BUKTI CINTA SEJATI
Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya : “Bukti cinta sejati itu ada tiga, yaitu : 1. memilih kalam kekasihnya (Al-Qur’an) daripada kalam lain-Nya (hasil produk manusia); 2. memilih bergaul dengan kekasih-Nya daripada bergaul dengan yang lain; 3. memilih keridhaan kekasih-Nya daripada keridhaan yang lain.” Demikian ini karena orang yang mencintai sesuatu itu, ia menjadi hambanya.
Yahya bin Mu’adz sehubungan dengan pengertian ini telah mengatakan : “Setitik benih cinta kepada Allah lebih aku sukai daripada pahala mengerjakan ibadah tujuh puluh tahun.” _(Kekasihnya = Allah SWT)___ dari nashaihul ‘ibad (nasihat-nasihat untuk para hamba) oleh Imam Nawawi

MUTIARA HADIST :
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Artinya : sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba, akan tetapi dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. kemudian mereka ditanya, merekapun berfatwa tanpa dasar ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
Artinya : sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat) kemudian generasi berikutnya (tabi'in) kemudian generasi berikutnya (tabiu't tabi'in)"
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Artinya : “Sesungguh ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.”

SUMBER HADIST :
روى أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان في صحيحه وغيرهم أن النبي صلى الله عليه وسلم قال في ضمن حديث طويل:" إن العلماء ورثة الأنبياء وإن الأنبياء لم يورِّثوا دينارًا ولا درهمًا، إنَّما ورَّثوا العلم، فمن أخذَه أخذ بحظٍّ وافر".
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏"‏ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا، يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا ‏"‏‏. قَالَ الْفِرَبْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ قَالَ حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ هِشَامٍ نَحْوَهُ‏.‏
وَحَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ، حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ سَعْدٍ السَّمَّانُ، عَنِ ابْنِ عَوْنٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَبِيدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ‏"‏ ‏.‏ فَلاَ أَدْرِي فِي الثَّالِثَةِ أَوْ فِي الرَّابِعَةِ قَالَ ‏"‏ ثُمَّ يَتَخَلَّفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ ‏"‏ ‏.‏
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ جَمِيلٍ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ، قَالَ كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَيْتُكَ مِنَ الْمَدِينَةِ مَدِينَةِ رَسُولِ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنِ النَّبِيِّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ ‏.‏ قَالَ فَمَا جَاءَ بِكَ تِجَارَةٌ قَالَ لاَ ‏.‏ قَالَ وَلاَ جَاءَ بِكَ غَيْرُهُ قَالَ لاَ ‏.‏ قَالَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ يَقُولُ ‏"‏ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ وَالأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانِ فِي الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ ‏"‏ ‏.‏

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : NU | GP. ANSOR | PP Muslimat NU
Copyright © 2011. LESBUMI NU TARAKAN - All Rights Reserved
Dukungan MUI dan Kota Tarakan
Proudly powered by Blogger
}); //]]>