Home » » Hukum Orang Islam Merayakan Imlek

Hukum Orang Islam Merayakan Imlek

Written By lesbumi on Sabtu, 28 Januari 2017 | 20.53

Dalam pandangan Islam, Tahun Baru Imlek mengundang kontroversi (pro dan kontra). Yang pro menyatakan, Imlek hanyalah bagian tradisi budaya leluhur China. Karenanya, kalangan Muslim Tionghoa di Indonesia pun banyak yang merayakannya, namun tanpa nuansa ritual agama Kong Hu Cu. Bahkan, Muslim Tionghoa di Yogyakarta pernah merayakan Imlek di Masjid Syuhada atas izin MUI setempat, setelah diperlihatkan sejumlah data dan fakta bahwa perayaan Imlek tidak terkait agama tertentu (Khong Hu Cu).
Versi tentang sejarah Imlek pun ada beberapa versi, tapi yang paling umum lebih menitikberatkan bahwa Imlek adalah tradisi budaya China. Konon warga Tionghoa sudah merayakan Imlek secara turun temurun, sejak ribuan tahun lalu. Dimulai sejak Dinasti Huang Ti. Imlek pun sebagai perayaan para petani pada musim semi.
Mengacu dari sejarah tersebut, Imlek bukanlah sebagai perayaan agama. Karenanya, banyak Muslim Tionghoa di Indonesia juga merayakannya, namun tidak bernuansa ritual agama Kong Hu Cu.
Yang kontra menyatakan, Imlek adalah bagian integral dari ajaran agama Kong Hu Cu. Versi yang menyebut Imlek adalah perayaan Kong Hu Cu, salah satunya mengacu pada buku berjudul Mengenal Hari Raya Konfusiani (Semarang : Effhar & Dahara Prize, 2003) karya Hendrik Agus Winarso.
Dalam buku tersebut Hendrik menyatakan, Imlek adalah bagian dari ajaran Kong Hu Cu. Imlek disebut juga sebagai hari permulaan tahun [Liep Chun] yang dijadikan sebagai Hari Agung untuk bersembahyang.
Penulis buku tersebut lalu menyimpulkan, Imlek adalah bagian ajaran Khonghucu, dengan menegaskan,”Dengan demikian, menyambut Tahun Baru bagi umat Khonghucu Indonesia mengandung arti ketakwaan dan keimanan.” (hlm. 61).
Jika mengacu pada versi ini, maka jelas Islam melarang umatnya ikut merayakan Imlek yang nota bene hari raya umat agama lain (Kong Hu Cu). Kaum Muslim hanya harus menghormati mereka yang merayakannya sebagai bentuk toleransi beragama.
Sikap BMI HK
Bagaimana dengan para BMI HK yang beragama Islam ketika majikan merayakan Imlek? Sikap terbaik bagi BMI HK yang beragama Islam adalah berpegang pada versi, bahwa Imlek adalah tradisi orang China/Tionghoa, bukan bagian dari ajaran Kong Hu Cu, sebagaimana sebagian Muslim Tionghoa di Indonesia juga meyakininya demikian.
Namun, sebagai pemeluk Islam, BMI HK yang beragama Islam tidak boleh turut merayakan Imlek yang di dalamnya ada acara ritual keagamaan Kong Hu Cu.
Menurut General Manager Dompet Dhuafa Hong Kong (DDHK), Ustadz Ahmad Fauzi Qosim, perayakan Imlek itu perpaduan antara budaya dan agama.
“Kita mengikuti dengan tidak terlalu berlebihan, dalam artian gini, kalau memang dalam Imlek itu ada acara seremonial, untuk penghormatan saya kira tidak masalah, tetapi kalau kita masuk ke acara ibadahnya mereka, itu yang harus dihindari,” tegasnya.
Dikatakannya, kalau melihat kecenderungan sekarang, Imlek itu sebenarnya hari raya Cina, bukan hari raya agama, jadi kita merayakannya sesederhana mungkin sebagai orang Indonesia, sebagai penghormatan saja kepada mereka.
“Akan tetapi kalau diikuti atau dibarengi dengan acara ibadah, itu yang harus kita hindari. Kalau sebuah acara budaya seperti orang Jawa sebuah tradisi, dan tidak ada hubungannya dengan keyakinan beragama, tidak ada masalah. Batasan itu aja. Akan tetapi kalau dicampuri ritual ibadah, itu yang harus kita hindari,” jelasnya.
Kalau mereka mengucapkan “Kung Hei Fat Choi”, kata Ust. Fauzi, kita mengucapkan “semoga bahagia sehat selalu”. Begitu aja. “Tidak dikhususkan ke hari raya Imleknya, tetapi kita ucapkan ke semoga bahagia sehat selalu, ke person atau individunya.”
Dijelaskannya, Hari Raya Imlek itu sekarang menjadi tradisi orang Cina yang lintas agama, dalam arti semua pemeluk agama merayakannya. “Tetapi kalau saya ketemu orang Cina muslim di Indonesia, Imlek itu tradisi China. Mereka pun merayakan Imlek dengan lilitan tradisi Islam, tidak menyembah patung, tapi dengan rasa syurur kumpul keluarga dengan baca Al-Fatihah. Itu ‘kan perayaan sebuah komunitas, sebuah kelompok atau bangsa.”
Menurut Ustadz Muhaemin Karim (executive dakwah Islamic Union of Hong Kong), kita tetap harus bersikap menghormati perayaan tradisi mereka. “Dianjurkan untuk memberi ucapan selamat karena dengan begitu akan tercipta keharmonisan bermasyarakat,” katanya.
Warta terkait :
Imlek, Pesantren Al Anwar Diliburkan
“Semua proses belajar mengajar, mulai dari PAUD sampai SMK diliburkan karena menghormati orang yang merayakan Imlek, sekalipun disini tidak ada yang merayakannya. Tapi ini penting sebagai praktik langsung dari pendidikan tasamuh (toleran) yang diajarkan disekolah,” tutur Ning Mudifatul Jannah di kediamannya.
Imlek, Warga Tionghoa Ziarahi Makam Gus Dur
“Senin (23/1) dini hari pukul 01.00 saya menerima rombongan warga Tionghoa, mereka mengatakan ingin berziarah ke makam Gus Dur’,’ ujar Azwani, salah satu penjaga makam Gus Dur menceritakan.
Kedatangan warga Tionghoa pada dini hari, sepertinya mereka melakukan ziarah setelah merayakan sembahyang Imlek yang biasa dilakukan pada dini hari saat pergantian tahun. dikatakan Azwani, sejumlah peziarah Tionghoa mengaku perayaan Imlek kurang sempurna tanpa ziarah ke makam Gus Dur.
“Saya dengar mereka berbincang bisa kualat kalau Imlek tidak ziarah ke makam Gus Dur,” ungkapnya ditemui di areal makam.
Selama tiga hari ini, lanjutnya peziarah Tionghoa terus berdatangan ke makam KH Abdurrahman Wahid yang memang dikenal dekat dengan warga keturunan China karena telah membebaskan kebudayaan China seperti barongsai dan imlek sebagai hari libur nasional.
“Siang, sore, malam tiga hari ini selalu ada peziarah Tionghoa,” bebernya.
Muslim Tionghoa Rayakan Imlek dengan Silaturrahim
Tradisi Imlek masih melekat di diri Rudiansyah (42 tahun). Dia merupakan Muslim keturunan Tionghoa. Sejak menjadi mualaf pada 1985, pria yang tinggal di Solo, Jawa Tengah, ini tetap melakukan kebiasaan membagi-bagi angpao kepada anggota keluarganya yang belum menikah atau lebih muda.
''Kita beri ke yang belum menikah seperti ke keponakan dan lainnya. Kalau kelebihan rezeki, kita bagi-bagi. Itu saja maknanya,'' ujar Rudi, Ahad (6/1). Namun bagi Rudi, Imlek bukan lagi sebuah ritual keagamaan.
fb MWC-NU-KecJatisrono
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : NU | GP. ANSOR | PP Muslimat NU
Copyright © 2011. LESBUMI NU TARAKAN - All Rights Reserved
Dukungan MUI dan Kota Tarakan
Proudly powered by Blogger
}); //]]>