Penafsiran versi kedua ialah berupa empat macam nafsu yang berada di dalam diri manusia, yaitu
(1). Nafsu supiyah, berhubungan dengan masalah kesenangan, yang jika tidak dikendalikan akan menyesatkan jalan hidup kita.
(2). Nafsu amarah yang berkaitan dengan emosi. Jika tidak dikendalikan, ia sangat berbahaya karena akan mengarahkan manusia kepada perbuatan dan perilaku yang keji dan rendah.
(3). Nafsu aluamah, yaitu nafsu yang sudah mengenal baik dan buruk.
(4) Nafsu mutmainah, yaitu nafsu yang telah dikendalikan oleh keimanan, yang membawa sang pemilik menjadi berjiwa tenang, ridho dan tawakal. Sedangkan saudara yang kelima
(5) yaitu hati nurani.
Penafsiran keempat, yaitu cipta, rasa, karsa, karya dan jati diri manusia. Hal itu disimbolkan dengan tokoh-tokoh dalam cerita wayang. Cipta disimbolkan sebagai tokoh Semar, rasa sebagai tokoh Gareng, karsa sebagai Petruk, karya sebagai Bagong dan jati diri manusia sebagai tokoh ksatria Arjuna.
Penafsiran kelima yaitu 4 (empat) malaikat yang menjaga setiap orang. Malaikat Jibril menjaga keimanan, malaikat Izrail menjaga kita agar senantiasa berbuat baik dan menghindari perbuatan buruk, malaikat Israfil menerangi qalbu dan malaikat Mikail mencukupi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Sedangkan yang kelima adalah Sang Guru Sejati yang tiada lain adalah Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Penafsiran versi kelima ini merunut ajaran Sunan Kalijaga sendiri sebagaimana diuraikan dalam Kidung Kawedar, khususnya bait ke 28 dan 29. Bait tersebut menuturkan adanya keempat malaikat tadi beserta tugasnya dalam menjaga setiap manusia. Tentang Sang Guru Sejati, juga berkembang dua penafsiran.
1.Yang pertama adalah Gusti Allah yang bersemayam di kalbu kita,
2.Sang Guru Sejati adalah sang pembawa pesan dari Allah kepada rahsa sejati manusia. Pembawa pesan itu bisa berupa malaikat, tapi bisa pula ruh suci lainnya.
Dari kelima versi tersebut, versi pertama adalah yang paling berkembang dan diyakini masyarakat sampai sekarang. Sementara itu karena wilayah dakwah Sunan Kalijaga merentang terutama di sepanjang pantai utara Jawa, bahkan tempat uzlahnya selama bertahun-tahun berada di wilayah Cirebon, maka versi pertama juga dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa semenjak dari Banten, Jawa Barat sampai dengan Jawa Timur.
Posting Komentar