Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan umat terbaik. Gerakan Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan “umat terbaik” (Khaira Ummah) yaitu suatu umat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar makruf nahi mungkar yang merupakan bagian terpenting dari kiprah NU karena kedua sendi mutlak diperlukan untuk menopang terwujudnya tata kehidupan yang diridlai Allah SWT. sesuai dengan cita-cita NU. Dan nahi mungkar, adalah menolak dan mencegah segala hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan, nilai-nilai kehidupan dan hanya dengan kedua sendi tersebut kebahagiaan lahiriah dan bathiniyah dapat tercapai. Prinsip dasar yang melandasinya disebut “Mabadi Khaira Ummah”.
Kalimat Khaira Ummah diambil dari kandungan Al-Quran Surat Ali Imran ayat 110 yang berbunyi :
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
1. Tujuan Mabadi Khaira Ummah
Sementara itu kebutuhan strategis NU dewasa ini pun semakin berkembang. NU telah tumbuh menjadi satu organisasi massa besar. Tetapi, meskipun tingkat kohesi kultural di antara warga tinggi, kita tidak dapat mengingkari kenyataan, betapa lamban proses pengembangan tata organisasinya. Di hampir semua tingkat kepengurusan dan realisasi program masih terlihat kelemahan manajemen sebagai problem serius. Menyongsong tugas-tugas berat di massa datang, persoalan pembinaan tata organisasi ini perlu segera ditangani.
Jika ditelaah lebih mendalam, nyatalah bahwa prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam Mabadi Khaira Ummah tersebut memang amat relevan dengan dimensi personal dalam pembinaan manejemen organisasi, baik organisasi usaha (bisnis) maupun organisasi sosial. Manajemen organisasi yang baik membutuhkan sumber daya manusia yang tidak saja terampil, tetapi juga berkarakter terpuji dan bertanggung jawab. Dalam pembinaan organisasi NU, kualitas sumber daya manusia semacam ini jelas dibutuhkan.
Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah tidak saja relevan dengan program pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan organisasi pada umumnya. Kedua hal ini yang akan menjadi arah strategis pembangkitan kembali gerakan Mabadi Khaira Ummah kita nantinya, di samping bahwa sumber daya manusia yang dapat dikembangkan melalui gerakan ini pun akan menjadi kader-kader unggul yang siap berkiprah aktif dalam mengikhtiyarkan kemashlahatan umat, bangsa dan negara pada umumnya.
2. Butir-Butir Mabadi Khaira Ummah dan Pengertiannya
Yang perlu dicermati selanjutnya dalah perbedaan konteks zaman antara massa gerakan Mabadi Khaira Ummah pertama kali dicetuskan dan masa kini. Melihat besar dan mendasarnya perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut, tentulah perbedaan konteks itu membawa konsekuensi yang tidak kecil. Demikian pula halnya dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU sendiri. karenanya perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan Mabadi Khaira Ummah yang pertama agar lebih jumbuh dengan konteks kekinian.
Konsekuensi-konsekuensi dari berbagai perkembangan itu akan menyentuh persoalan arah dan titik tolak gerakan serta strategi pelaksanaannya. Di atas telah dijelaskan pengembangan kerangka tujuan bagi gerakan ini. Berkaitan dengan itu pula, diperlukan penyesuaian dan pengembangan yang menyangkut butir-butir yang dimasukkan dalam Mabadi khaira Ummah dan spesifikasi pengertiannya.
Jika semula Mabadi Khaira Ummah hanya memuat tiga butir nilai seperti telah disebut di atas, dua butir lagi perlu ditambahkan untuk mengantisipasi persoalan dan kebutuhan kontemporer. Kedua butir itu adalah al-’Adalah dan al-Istiqamah. Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah kita ini akan membawa lima butir nilai yang dapat pula disebut sebagai “Al-Mabadi Al-Khamsah”. Berikut ini adalah uraian pengertian yang telah dikembangkan dari kelima butir “Al-Mabadi Al-Khamsah” tersebut disertai kaitan dengan orientasi-orientasi spesifiknya, sesuai dengan kerangka tujuan yang telah dijelaskan di atas:
1. As-Shidqu
Butir ini mengandung arti kejujuran / kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran/ kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri.
Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi dan jujur dalam bertukar pikiran. Jujur dalam bertransaksi artinya menjauhi segala bentuk penipuan demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar pikiran artinya mencari mashlahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik.
Tetapi dalam hal tertentu memang diperbolehkan untuk menyembuhkan keadaan sebenarnya atau menyembunyikan informasi seperti telah di singgung di atas. Diperbolehkan pula berdusta dalam menguasahakan perdamaian memecahkan masalah kemasyarakatan yang sulit demi kemaslahatan umum. Singkat kata: dusta yang dihalalkan oleh syara’ .
2. Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd
Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’ bil ’ahdi. Yang pertama secara lebih umum maliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakangan hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digambungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi: dapat dipercaya, setia dan tepat janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun ijtima’iyyah. Dengan sifat ini orang menghindar dari segala bentuk pembekalaian dan manipulasi tugas atau jabatan.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
sifat dapat dipercaya, setia dan tetap janji menjamin itegritas pribadi dalam menjalankan wewenang dan dedikasi tehadap tugas. Sedangkan al-amanah wal wafa bil ’ahdi itu sendiri, bersama-sama dengan ash-shidqu, secara umum menjadi ukuran kredebilitas yang tinggi di hadapan pihal lain: satu syarat penting dalam membangun berbagai kerjasama.
3. Al-‘Adalah
Bersikap adil (al’adalah) mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas. Bitir ini mengharuskan orang berpegang kepad kebenaran obyektif dan memnempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atu kepentingan egoistic. Distorsi semacam ini dapat menjeruamuskan orang kedalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persolan. Buntutnya suadah tentu adalah kekeliruan bertindak yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah-nambah keruwetan. Lebih-lebih jika persolan menyangkut perselisihan atau pertentangan diantara berbagai pihak. Dengan sikap obyektif dan proporsional distorsi semacam ini dapat dihindarkan.
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
Implikasi lain dari al-’adalah adalah kesetiaan kepada aturan main (correct) dan rasionalitas dalam perbuatan keputusan, termasuk dalam alokasi sumberdaya dan tugas (the right man on the right place). “Kebijakan” memang sering kali diperlukan dalam mengangani masalah –masalah tertentu. Tetapi semuanya harus tetap di atas landasan (asas) bertindak yang disepakati bersama.
4. At-Ta’awun
At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat : manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta’awun meliputi tolong menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Imam al-Mawardi mengaitkan pengertia al-birr(kebaikan) dengan kerelaan manusia dan taqwa dengan ridla Allah SWT. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Ta’awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap ta’awun mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama.
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2)
5. Istiqamah
Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (thariqah) sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya, tuntunan yang diberikan oleh salafus shalih dan aturan main serta rencana-rencana yang disepakati bersama.
Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegaiatan yang lain dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan.
Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandekan, merupakan suatu proses maju (progressing) bukannya berjalan di tempat (stagnant).
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat [41]: 30)
Posting Komentar