Kitab Al-Hikam
Di antara sekian banyak karya Ibn Athaillah, sebagaimana sudah di sebut, “Al-Hikam” adalah yang paling terkenal. Buku ini dipandang sebagai Masterpiecenya.
Hikam adalah kata plural dari “Hikmah”. Kata ini dimaknai para ahli bahasa secara berbeda-beda. Murtaza al-Zabidi dalam kamus Taj al-Arus memaknainya sebagai “al-‘Ilm bi Haqaiq al-Asy-ya ‘ala Ma Hiya ‘alaih” (pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu sesuai dengan apa adanya). Ibnu Manzhur, penyusun kamus terkenal: “Lisan al-‘Arab”, mendefinisikan Hikmah sebagai “Ma’rifah Afdhal al-Asy-ya bi Afdhal al-‘Ulum” (mengenali hal-hal paling utama dengan pengetahuan paling utama). Orang yang melakukan pekerjaan yang canggih dan kokoh disebut “al-Hakim”. Dari dua ahli bahasa ini, orang kemudian mengidentikkan “Hikmah” sebagai filsafat atau pengetahuan filosofis. Orang yang memiliki pengetahuan disebut “al-Hakim”. Kata ini sering juga diterjemahkan sebagai “filsuf”. Dalam dunia sufisme, kata al-Hakim, juga digunakan untuk menyebut sang sufi.
Dalam konteks Indonesia, kata ini acap dimaknai sebagai “kebijaksanaan” atau "Kearifan". Maka kata “al-Hikam” berarti kebijaksanaan-kebijaksanaan, atau “Kearifan-Kearifan”. Dan “al-Hakim” diterjemahkan sebagai orang yang bijakbestari atau arif (plural: arifin). Dalam bahasa Inggris “al-Hikmah” diterjemahkan sebagai “wisdom”. Kata ini sering juga diterjemahkan atau disamakan dengan “filsuf”.
Kata “al-Hikmah” berulang kali, lebih dari 20 ayat Al-Qur'an dalam konteks yang berbeda-beda. Antara lain yang sering dikemukakan orang:
يُؤتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْراً كَثِيراً وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ
“Allah menganugerahkan al-hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 269).
Dalam konteks Indonesia, kata ini acap dimaknai sebagai “kebijaksanaan” atau "Kearifan". Maka kata “al-Hikam” berarti kebijaksanaan-kebijaksanaan, atau “Kearifan-Kearifan”. Dan “al-Hakim” diterjemahkan sebagai orang yang bijakbestari atau arif (plural: arifin). Dalam bahasa Inggris “al-Hikmah” diterjemahkan sebagai “wisdom”. Kata ini sering juga diterjemahkan atau disamakan dengan “filsuf”.
Kata “al-Hikmah” berulang kali, lebih dari 20 ayat Al-Qur'an dalam konteks yang berbeda-beda. Antara lain yang sering dikemukakan orang:
يُؤتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْراً كَثِيراً وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ
“Allah menganugerahkan al-hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 269).
Al-Thabari, guru besar para ahli tafsir, menyampaikan pandangan beragam mengenai tafsir kata ini. Ia pada akhirnya menyimpulkan bahwa semua pendapat para ulama tentang kata ini, meski dengan uraian yang berbeda-beda, pada dasarnya sama, bahwa kata “al-Hikmah” adalah “al-Ishabah fi al-Umur”, keputusan tepat atas sesuatu. Ini sudah tentu diperoleh dari pemahaman (al-fahm), pengetahuan (al-ilm) dan pengalaman (al-ma’rifah) disertai dengan rasa takwa kepada Allah. (Al-Thabari, Jami’al-Bayan fi Takwil Ayi al-Qur’an).
Di tempat lain al-Qur’an menyebutkan :
وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
“Dan Kami berikan kepadanya hikmah (kebijaksanaan) dalam menyelesaikan perselisihan” (Q.S. Shad [38]:20).
Ayat ini turun terkait dengan Nabi Daud. Ia dianugerahi Tuhan “pengetahuan kenabian” dan keadilan dalam memutuskan perkara. Tafsir al-Jalalain menafsir kata “al-Hikmah” sebagai “al-Nubuwwah wa Kamal al-‘Ilm, wa Itqan al-‘Amal wa al-Ishabah fi al-Umur” (kenabian dan kesempurnaan pengetahuan, disiplin dalam bekerja dan berpikir tepat).
Imam Mujahid, ahli Tafsir sesudah sahabat, mengartikannya sebagai “al-Fahm, wa al-’Aql wa al-Fithnah” (pemahaman, akal dan cerdas). (Baca: Ibn Katsir).
Akhirnya, Ibn Qayyim, ahli tafsir dan fiqh bermazhab Hanbali, murid utama Ibn Taimiyah, memaknai “al-hikmah” sebagai “al-Ilm al-Nafi’ wa al-‘Amal al-shalih”, yakni ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan perilaku yang baik (saleh). Ia mengatakan
الحكمة هي العلم النافع والعمل الصالح وسمي حكمة لأن العلم والعمل قد تعلقا بمتعلقهما وأوصلا إلى غايتيهما؛ وكذلك لا يكون الكلام حكمة حتى يكون موصلا إلى الغايات المحمودة والمطالب النافعة، فيكون مرشدا إلى العلم النافع والعمل الصالح فتحصل الغاية المطلوبة، فإذا كان المتكلم به لم يقصد مصلحة المخاطبين ولا هداهم ولا إيصالهم إلى سعادتهم ودلالتهم على أسبابها وموانعها ولا كان ذلك هو الغاية المقصودة المطلوبة ولا تكلم لأجلها ولا أرسل الرسل وأنزل الكتب لأجلها ولا نصب الثواب والعقاب لأجلها لم يكن حكيما، ولا كلامه حكمة، فضلا عن أن تكون بالغة. (شفاء العليل ص : 190
Al-Hikmah” adalah ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Keduanya dikatakan “hikmah” karena keduanya terkait dengan tujuan. Suatu wacana tidak mengandung hikmah sepanjang tidak menghasilkan tujuan yang terpuji dan bermanfaat. Maka hikmah adalah wacana yang membimbing ke arah pencapaian pengetahuan yang bermanfaat dan amal (tindakan/perbuatan) yang saleh/baik. Jika seseorang menyampaikan pikirannya tetapi tidak menghasilkan kebaikan (kemaslahatan) bagi audiensnya, tidak membimbing mereka kepada kebahagiaan mereka, tidak menunjukkan faktor-faktor yang membuat keberhasilannya,.tidak pula mencapai tujuannya, tidak karena tujuan itu, dan jika para utusan Tuhan dan kitab-kitab suci tidak dimaksudkan untuk tujuan tersebut, maka dia bukanlah seorang “hakim”, bijakbestari, kata-katanya tidak bijaksana/arif dan tidak indah”. (Syifa al-‘Alil, hlm.190)
KH.Husein Muhammad
KH.Husein Muhammad
Posting Komentar