Masjid Jami’ Nurul Islam
Markoni, berada di Kelurahan
Pamusian, tidak jauh dari pusat
kota Tarakan. Menurut
masyarakat setempat, Masjid
ini telah berusia ratusan tahun
dan tertua di kota Tarakan
Masjid tersebut dibangun
diatas lahan hibah dari warga
keturunan Tionghoa kepada
masyarakat Markoni pada saat
itu. Tepatnya pada tahun 1904,
seorang keturunan Tionghoa
menghibahkan tanah berukuran
20×20 meter kepada masyarakat
sekitar. Oleh warga, tanah dibangun sebuah masjid dengan dana swadaya.
Seperti diketahui, di kala Perang Dunia kedua, masjid ini
sempat menjadi basis perlindungan masyarakat sipil ketika
terjadi perang antara tentara sekutu dan Jepang. Dengan
kata lain, masjid ini adalah saksi bisu sejarah penting dunia
tatkala pecah perang antara pihak kolonial Belanda yang
didukung sekutu dengan tentara Jepang yang hendak merebut
Kota Tarakan yang kaya akan sumberdaya alam, khususnya
minyak dan gas.
Pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1906 dengan
konstruksi lantai semen, berdinding papan dan beratap sirap.
Lantaran masjid ini adalah yang pertama, maka tak dapat
dipungkiri jumlah jamaah yang beribadah didalamnya tiap
hari terus bertambah, khususnya pada saat pelaksanaan salat
Jum’at sehingga seringkali jamaah tidak tertampung. Lalu
muncul inisiatif untuk merenovasi total guna menambah
ruang didalamnya. Itu terjadi pada tahun 1963.
Renovasi yang kedua dilakukan pada tahun 1975. Pada renovasi
kali ini, hampir sebagian besar bentuk bangunan asli berubah.
Kala itu, masjid ini dibangun berkonstruksi dua lantai
dengan biaya pembangunan berasal dari sumbangan
masyarakat dan pemerintah kota dengan total luas lahan
pembangunan berukuran 35 x 35 meter persegi dengan
kapasitas 1.500 jamaah.
Pada tahun 2004, oleh pemerintah kota dibangunkan
menara masjid setinggi 24 meter lebih. Menara ini
menambah megah dan kokoh serta kharismatik masjid
tersebut. Selama bulan puasa ini, setiap hari tidak
kurang dari 200 orang melakukan tadarus Al Qur'an,
serta setiap hari juga melakukan buka puasa bersama.
Terhitung sejak awal berdiri hingga saat ini sudah terjadi
7 kali penggantian ketua masjid. Adapun ketua Masjid
Jami’ Nurul Islam yang pertama adalah (alm.) H Abdul
Hamid, diganti dengan (alm.) H Abdul Karim, disusul (alm.)
B Achmadi, lalu (alm.) H Sajid Abdullah, (alm.)
H Pdlin, H Abdul Muis dan kini H Djamaluddin.
Markoni, berada di Kelurahan
Pamusian, tidak jauh dari pusat
kota Tarakan. Menurut
masyarakat setempat, Masjid
ini telah berusia ratusan tahun
dan tertua di kota Tarakan
Masjid tersebut dibangun
diatas lahan hibah dari warga
keturunan Tionghoa kepada
masyarakat Markoni pada saat
itu. Tepatnya pada tahun 1904,
seorang keturunan Tionghoa
menghibahkan tanah berukuran
20×20 meter kepada masyarakat
sekitar. Oleh warga, tanah dibangun sebuah masjid dengan dana swadaya.
Seperti diketahui, di kala Perang Dunia kedua, masjid ini
sempat menjadi basis perlindungan masyarakat sipil ketika
terjadi perang antara tentara sekutu dan Jepang. Dengan
kata lain, masjid ini adalah saksi bisu sejarah penting dunia
tatkala pecah perang antara pihak kolonial Belanda yang
didukung sekutu dengan tentara Jepang yang hendak merebut
Kota Tarakan yang kaya akan sumberdaya alam, khususnya
minyak dan gas.
Pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1906 dengan
konstruksi lantai semen, berdinding papan dan beratap sirap.
Lantaran masjid ini adalah yang pertama, maka tak dapat
dipungkiri jumlah jamaah yang beribadah didalamnya tiap
hari terus bertambah, khususnya pada saat pelaksanaan salat
Jum’at sehingga seringkali jamaah tidak tertampung. Lalu
muncul inisiatif untuk merenovasi total guna menambah
ruang didalamnya. Itu terjadi pada tahun 1963.
Renovasi yang kedua dilakukan pada tahun 1975. Pada renovasi
kali ini, hampir sebagian besar bentuk bangunan asli berubah.
Kala itu, masjid ini dibangun berkonstruksi dua lantai
dengan biaya pembangunan berasal dari sumbangan
masyarakat dan pemerintah kota dengan total luas lahan
pembangunan berukuran 35 x 35 meter persegi dengan
kapasitas 1.500 jamaah.
Pada tahun 2004, oleh pemerintah kota dibangunkan
menara masjid setinggi 24 meter lebih. Menara ini
menambah megah dan kokoh serta kharismatik masjid
tersebut. Selama bulan puasa ini, setiap hari tidak
kurang dari 200 orang melakukan tadarus Al Qur'an,
serta setiap hari juga melakukan buka puasa bersama.
Terhitung sejak awal berdiri hingga saat ini sudah terjadi
7 kali penggantian ketua masjid. Adapun ketua Masjid
Jami’ Nurul Islam yang pertama adalah (alm.) H Abdul
Hamid, diganti dengan (alm.) H Abdul Karim, disusul (alm.)
B Achmadi, lalu (alm.) H Sajid Abdullah, (alm.)
H Pdlin, H Abdul Muis dan kini H Djamaluddin.
Posting Komentar