Home » » Sejarah Resolusi Jihad

Sejarah Resolusi Jihad

Written By lesbumi on Rabu, 11 Januari 2017 | 08.31

Mengupas sejarah secara rill dan fakta bersama beliau  Prof. KH AGUS SUNYOTO seorang sejarahwan dan ketua LESBUMI PBNU.
Sebagai generasi bangsa itu harus mengenal sejarah agar pergerakannya menjadi terarah.Bagaimana mau cinta NKRI kalau sejarah Indonesia aja gak ngerti,
Prof.KH Agus Sunyoto juga mengungkap resolusi jihad yaitu
Arek-arek Surabaya marah membaca ultimatum dan instruksi E.C.Mansergh yang sangat merendahkan martabat Bangsa Indonesia. KH Hasyim Asy’ari yang saat itu berada di Surabaya, menyambut hinaan Mayor Jenderal E.C.Mansergh itu dengan mengubah isi Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 menjadi lebih operasional, yaitu dari pernyataan resolusi berbunyi:

“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja…”    menjadi “Bagi tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak (bersenjata ataoe tidak) yang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari Soerabaja, Fardloe ‘Ain hukumnya untuk berperang  melawan moesoeh oentoek membela Soerabaja..”

Seruan jihad yang disampaikan KH Hasyim Asy’ari pada 9 November 1945 itu dengan cepat menyebar ke berbagai daerah yang berjarak sekitar 94 km dari Surabaya seperti Mojokerto, Lamongan, Tuban, Pasuruan, Jombang, Malang, dan bahkan ke daerah-daerah yang lebih jauh seperti Probolinggo, Jember, Lumajang, Situbondo, Banyuwangi, Rembang, bahkan Cirebon.
Para kyai, santri, satuan-satuan dari barisan Hizbullah dan Sabilillah berbondong-bondong ke Surabaya, bergabung dengan pasukan TKR Kota Surabaya, PRI, BPRI, TKR Laut, TKR Pelajar, Polisi Istimewa, Barisan Buruh, dan warga Kota Surabaya untuk menyambut serangan umum pasukan Inggris di bawah Mayor Jenderal E.C.Mansergh pada 10 November 1945.
Oleh karena perang melawan kekuatan pasukan Inggris pada 10 November 1945 dilandasi semangat Jihad Fii Sabilillah, maka teriakan “Allahu Akbar!” sebagai penanda jihad dikumandangkan sejak peluru pertama meletus sampai tarikan nafas terakhir seorang pejuang kehilangan nyawa menjadi syuhada.
Dan Inggris yang menduga Rakyat Surabaya akan tunduk menyerah dalam tempo tiga hari – setelah kota dibombardir dari darat, laut dan udara – terbukti harus bersimbah darah dan airmata karena sampai tiga bulan bertempur, kekuatan rakyat Indonesia yang dikobari semanbgat Jihad fii Sabilillah tidak kunjung menyerah.
PETA dan Hizbullah yang berperang penting dalam pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), menjadi sangat wajar jika kalangan pesantren memiliki hubungan historis yang sangat kuat dengan Negara Republik Indonesia dan khususnya TNI. Itu sebabnya, ketika Negara Indonesia menghadapi ancaman, baik ancaman te
ritorial maupun ideologis, kalangan pesantren secara refleks akan terpanggil untuk menjadi bumper yang bersedia syahid untuk negerinya. Sebab tanpa perlu pengakuan formal sejarah, kalangan pesantren memiliki kewajiban moral untuk melindungi dan membela Negara Indonesia, karena mereka ikut membidangi lahirnya Negara Indonesia, terutama membidangi lahirnya TNI.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : NU | GP. ANSOR | PP Muslimat NU
Copyright © 2011. LESBUMI NU TARAKAN - All Rights Reserved
Dukungan MUI dan Kota Tarakan
Proudly powered by Blogger
}); //]]>