Home » » Memahami Syariat dan Hakikat

Memahami Syariat dan Hakikat

Written By lesbumi on Rabu, 28 Desember 2016 | 14.58

Oleh: Alm. KH. Abdul Mun’im Muzani*
Islam adalah satu-satunya agama yang mampu merangkul seluruh manusia, bahkan memberikan keteduhan, keselamatan, kesejahteraan bagi siapa saja, tanpa memandang sekat dan pangkat rekayasa budaya – sosial masyarakat. Pun, Islam mampu mengelaborasi dua nilai penting dalam perjalanan hidup diri manusia, yaitu nilai syariat dan nilai hakikat.

Perlu kita pahami, bahwa kisah perjalanan Nabi Musa dan Nabi Khidlir alaihima salam yang terekam di dalam Al-Quran adalah pelajaran dari Tuhan kepada manusia tentang dua nilai yang sesungguhnya menjadi kesatuan dalam diri manusia. Keduanya patut diupayakan oleh manusia sebagai khalifah dan hamba.

Kisah tersebut bukan dalam rangka dipertentangkan atau diperbandingkan manakah yang lebih benar. Apa yang dilakukan oleh Nabi Musa adalah benar karena tugas manusia sebagai khalifah, bahwa apa yang menjadi keputusan Nabi Khidlir untuk membunuh seorang anak, menenggelamkan perahu dan menolak hak upah dari upaya mendirikan rumah. Adalah tidak tepat jika kemampuan manusia sebagai khalifah tidak diupayakan sebagaimana mestinya.

Maka, apa yang dibantah oleh Nabi Musa adalah sebab manusia, baik secara individu maupun sosial, harus terlebih dahulu menjiwai dan menghidupkan nilai syariat di dalam dirinya.

Kemudian, apa yang dilakukan oleh Nabi Khidlir adalah kemampuan interaksi khusus manusia sebagai hamba dengan Tuhan. Maka, kebijakan tersebut tidak bisa dijadikan acuan umum sebuah masyarakat tertentu. Itulah nilai hakikat, ia akan lahir dari dalam diri manusia kalau sudah mampu menghayati dan melampaui nilai syariat.

Kehidupan sehari – hari manusia, sesungguhnya selalu terkait dengan nilai keduanya. Manusia harus belajar, manusia harus bekerja, manusia harus makan, manusia harus minum, manusia harus tidur, dan aktivitas alamiah lainnya adalah implementasi dari nilai syariat.

Syariat adalah sebuah jalan yang Allah sediakan untuk menuju pintu – pintu rahmat Tuhan, artinya manusia harus mau berjalan dan menempuh perjalanan, mengalami proses. Syariat adalah apa yang Allah taklifkan (bebankan) kepada manusia dan menjadi keharusan, bahkan kebutuhan, sebelum manusia memasuki nilai hakikat dirinya.

Hakikat adalah pintu yang Allah bukakan bagi manusia yang mau melampaui perjalanan dan mengalami proses. Allah tidak membebankan pintu itu kepada seluruh manusia, karena Allah Maha Rahman, Maha Rahim, Dia sudah merasa bungah dan menghargai setiap manusia yang mau berjalan, walaupun belum atau bahkan tidak pernah sampai ke pintu.

Belajar itu syariat, pintar itu hakikat. Manusia harus mengupayakan dirinya untuk terus belajar, sebab yang kelak manusia pertanggungjawabkan di hadapan Allah adalah apakah manusia mau belajar, bukan apakah manusia sudah pintar. Bekerja itu syariat, kaya itu hakikat. Manusia harus menjiwai dirinya untuk sungguh–sungguh bekerja, sebab yang kelak manusia pertanggungjawabkan di hadapan Allah adalah apakah manusia mau bekerja, bukan apakah manusia sudah kaya.

Menanam itu syariat, memanen itu hakikat. Manusia harus membiasakan dirinya untuk menanam, sebab yang kelak manusia pertanggungjawabkan adalah apakah manusia mau menanam dan menyiram, bukan apakah manusia sudah memanen.

Syariat adalah mendayagunakan kesempatan, kemauan dan kemampuan berjalan sesungguh, setangguh dan sebaik mungkin menuju kemungkinan dan kepastian rahmat Tuhan.

Hakikat adalah titik temu terdekat dengan kemungkinan dan kepastian rahmat Tuhan. Tuhan Maha Menghargai dan Menghormati kepada manusia yang mau menghargai dan menghormati dirinya sendiri, mau berjuang menemukan dirinya, mau bersungguh–sungguh menempuh perjalanan dirinya. Sebab, jiwa yang tidak tumbuh sebagai pejalan, diduga ia sedang tersesat. Sama halnya dengan manusia yang butuh menjadi pintar, namun ia tidak mau belajar. Bukankah itu adalah ketersesatan?

*Pengasuh pengajian Al-Hikam dan Ihya’ Ulumiddin. Tinggal di Pekalongan

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : NU | GP. ANSOR | PP Muslimat NU
Copyright © 2011. LESBUMI NU TARAKAN - All Rights Reserved
Dukungan MUI dan Kota Tarakan
Proudly powered by Blogger
}); //]]>